in medias res.

1998setiapsaat
2 min readMay 5, 2024

Analogi sepakbola dalam pandangan politik Noel Gallagher mengingatkanku tentang Wonderwall — Oasis, band yang ia bawa sebelum menjalani solo karir dengan label Noel Gallagher’s High Flying Birds. Wonderwal — Oasis menjadi lagu yang dielu-elukan Manchester City sampai saat ini. Kubu biru sepakbola kota industri Manchester selain kubu Merah Manchester United.

Inggris raya sebagai negara cikal bakal pergerakan buruh deras mengalir cipratanya ke pandangan politik Gallagher yang memihak Labour Party (Partai Buruh). Aku mengikuti gejolak politik partai lainnya : Conservative Party. Rishi Sunak, perdana menteri Inggris sekarang adalah bagian dari partai konservatif . Diaspora India yang tumbuh besar di Southampton ini banyak mendapat hujatan setalah ambiguitas pandangannya dalam kecaman untuk fenomena antisemic yang merebak di masyarakat Inggris namun membiarkan genosida tetap terjadi di Palestina. Posisi ini akan membahayakannya dalam poling pemilihan perdana menteri Inggris raya yang akan berlangsung pada Januari 2025.

Pergerakan buruh bergerak dari Britania raya sebab masyarakat Inggris bergerak menjadi hari ini dari kumpulan para buruh tambang mineral. Gallagher dalam keberpihakan partai Buruh menganalogikan sepakbola sebagai analogi pembagian peran dalam bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan. Semua lini harus bekerja dan itulah nyawa yang menggerakkan masa depan. Gallaggher tahu, denyut jantung orang-orang Inggris adalah buruh yang bergerak dari bawah. Dan ia bergerak di biru langit Manchester City, klub sepakbola dari latar belakang Kota Manchester. Kota Industri dengan buruh-buruh yang beranak pinak diantara bunyi pukulan pipa dan besi-besi di trotoarnya.

Aku mengenal Gallagher sebagai gitaris dan vokalis untuk Oasis. Kita semua paling tidak sekali dalam seumur hidup mendengar lagu “Don’t look back in Anger”. Lagu itu. Ya lagu itu. Noel sendiri yang menulisnya. Di gerimis hujan pada lawatannya ke Paris. Lagu ini sangat berarti bagiku secara personal. Salah 2 lagu yang mengingatkanku dalam awal mula kegiatan keluar masuk hutan di sebuah pendakian yang mengubah pandanganku melihat kejadian-kejadian. Lagu lainnya, berjudul “November”. Ia dirilis dan dinyanyikan sebuah band asal Amerika : Sleeping With Sirens. Dua lagu yang menyematkan tanda titik bagi setiap kekecewaan.

Pertengahan bulan lalu, aku mendengar sayup-sayup “Don’t look back in anger” dinyanyikan di sebuah bis. Dalam sebuah perjalanan. Aku mengingat ulang hari itu. Aku telah mengenali wajah-wajah dengan berbagai energi yang berkelindan di kepala. Mereka menyorong suatu kesedihan yang sama persis seperti hari pertama. Jalan begitu lebar, dan mereka memang benar-benar kehilangan kompas. Satu yang aku tahu, mereka bersitegang dengan tujuan-tujuan hidup di dada mereka yang tidak pernah mereka ceritakan. sama sepertiku. sama seperti yang lainnya.

“Don’t look back in anger” telah menjadi ritual lagu yang aku nyanyikan dalam 15 menit pertama pendakian. Di mana saja. Di waktu kapan saja. Aku meninggalkan sebuah titik bagi kejadian-kejadian. Aku menanggalkan kecemasan, menggantinya dengan echo guitar Noel dan nada “C” piano intronya. Keduanya, berkelindaan seperti DNA bersama setiap vegetasi di gunung-gunung.

Noel bergerak di sana. in medias res.

--

--