Opus 226

1998setiapsaat
2 min readOct 6, 2023

Merawat 1 tahun belakangan dengan imajinasi afkir, kedalaman gen yang mempompa adrenalin melampaui tebing-tebing gunung raung itu. Tidak seperti dulu, aku kini tak lagi mengutip Umberto Eco atau Pangkur Sekar Gati. Imajinasi soal kecemasan lekat menggilas persis seperti yang aku lihat di mata orang-orang itu.

Orang-orang bertumbuh dan tidak berkabar. Mereka menyingsing suatu dunia hari esok yang dibayangkan. Aku mebayangkan juga, hari itu, dan hari ini, saat Chorus “GAS” mendesing dan tubuhku digilir crowd surf di antara orang-orang di kerumunan konser itu. Seperti langit dan bayang-bayang malam yang aku lihat hari itu saat tebak yakinku hari ini tiba juga serta akhirnya napas panjang juga direbahkan.

Di luar pagar sudah pukul 2 dini hari, tubuhku tertinggal di 6 oktober 2022. Itu yang ditanyakan Afrizal Malna : “Apakah waktu berjalan ke depan atau belakang?” Sementara orang-orang kian ugal-ugalan, merobek jalan panjang pertapaan orang tuanya. Berkelindan dan berputar-putar membentuk kerumunan depresi yang saling menyakiti.

Ia persis seperti Reff Sandikala yang aku ulang-ulang untuk memastikan bau sebuah lagu itu membentuk rasi bintang yang sengaja dilupakan, dihapuskan dari memoar yang mereka tulis sejak hari pertama.

Dari bis antar propinsi, aku mengingat suara mesin yang membangunkan ratusan ingatan perjalanan mengunjungi hutan-hutan. Belantara yang benar-benar murung menjelang maghrib. Di situ tidak ada setan.

Berhenti di pom bensin, aku melihat air mata yang sama di antara dua khutbah jumat. Memberitahu Yasmin, ini hari yang berat. Tapi tidak ada yang perlu diselamatkan lagi selagi masih banyak buku yang bisa di diulas lagi, masih banyak Gunung yang belum didaki, masih banyak Laut Timur Indonesia yang belum diselami.

Dari Bhagavad satu-satunya nasihat yang melakat diingatanku : “jauhi Barakuda dekati barikade” Sinar cahaya dan bredelan redaksi. Adrenalin hari itu di Gejayan.

Membuat batu pancang hari ini dari hari itu serta museumnya, di jantungku menggambar tanda tanya besar untuk kelindan nasib dan pusaran takdir. Seperti apakah jalan lurus? cerita-cerita jenaka dari Srengat yang kubawa tidur membentuk selimut baru ditengah kelindan dan pusaran keduanya.

Pesanku masih sama. Nduk, Salam buat Bapak.
Bapak, sinar yang menjaga. Selalu.

--

--